Buku Kedokteran Determinan Status Gizi pada Anak Usia Dini
Buku kedokteran ini diangkat dari hasil penelitian
penulis yang sangat bermanfaat bagi dosen, peneliti dan masyarakat pada umumnya
guna menambah khasanah ilmu pengetahuan. Melalui buku kedokteran ini dibahas
mengenai masalah status gizi balita, faktor-faktor yang memengaruhi status
gizi, pendidikan dan pengetahuan gizi serta hubungan antara berbagai faktor
yang berpengaruh terhadap status gizi balita.
Empat bab dalam buku kedokteran ini berisi materi mengenai
status gizi balita, faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, pendidikan dan
pengetahuan gizi dan determinan status gizi. Pada fokus bahasan determinasi status
gizi, terdapat penjelasan mengenai tingkat kecukupan energi dan protein,
penyakit infeksi pada anak usia 2 hingga 5 tahun serta beberapa bubungan suatu
kondisi dengan kondisi yang lain terkait kondisi anak, ibu dan keluarga.
Isi Buku
Penelitian mengenai status gizi dapat menggunakan metode
survei cross sectional. Penelitian
yang hasilnya dirangkum dalam buku kedokteran ini menggunakan subjek berupa
anak usia 2-5 tahun yang berjumlah 776 anak yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Tlogosari Wetan, diambil sampel yang berjumlah 73 anak. Prevalensi
gizi kurang pada anak usia 2-5 tahun yang tergolong sangat kurus dan kurus.
Pengumpulan data dilakukan dengan penimbangan dan
pengukuran tinggi badan, wawancara terstruktur dan recall konsumsi
makanan 3x24 jam kepada ibu. Status gizi anak diukur dengan skor Z indeks
BB/TB. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Multi Stage Sampling yang
terdiri dari dua tahap yaitu Purposive dan Proportional Random
Sampling. Variabel determinan yang dianalisis adalah tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu, pendapatan perkapita, tingkat kecukupan energi, tingkat
kecukupan protein, serta kejadian diare dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut). Data kemudian dianalisis dengan uji korelasi Pearson dan Rank
Spearman, serta Regresi linear berganda, ternyata ada hubungan
tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 2-5 tahun, pengetahuan gizi
dengan status gizi anak usia 2-5 tahun.
Laporan Penelitian
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan status ekonomi, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein,
kejadian diare dan ISPA dalam dua minggu terakhir dengan status gizi anak.
Hasil uji multivariat menunjukkan tingkat pendidikan ibu dan tingkat kecukupan
protein merupakan determinan terpenting terhadap status gizi anak. Sehingga
determinan status gizi anak usia 2-5 tahun adalah tingkat pendidikan ibu dan
tingkat kecukupan protein anak.
Penelitian yang dirangkum dalam buku kedokteran ini
menunjukan bahwa di Kota Semarang prevalensi gizi kurang tertinggi terjadi di
Kecamatan Pedurungan. Prevalensi anak usia 2-5 tahun yang tergolong sangat
kurus dan kurus di kecamatan tersebut masing-masing sebanyak 8,24% dan 11,11%
(DKK Kota Semarang, 2001). Penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita
adalah ISPA dan diare (Soekirman,1999). ISPA dengan gejala batuk, pilek
menyebabkan anak usia 2-5 tahun sulit makan dan mengakibatkan berat badan turun
dan berpengaruh terhadap status gizi.
Sering Terlewat
Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan
sering luput dari pengamatan biasa. Faktanya, kekurangan gizi yang terjadi
sering luput dari pengamatan kita. Status gizi anak usia 2-5 tahun dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling terkait. Status gizi dapat dipengaruhi oleh
faktor langsung dan tidak langsung. Secara langsung, status gizi dipengaruhi
oleh penyakit infeksi dan asupan makanan, secara tidak langsung dipengaruhi
oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak, kondisi
sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat tumah tangga.
Hasil penelitian dalam buku kedokteran ini menunjukkan
bahwa status ekonomi rumah tangga tidak miskin sebanyak 96% dengan rata-rata
pendapatan perkapita sebesar Rp 322.579,90 per orang per bulan, sedangkan 4%
keluarga termasuk kategori miskin Rp. 139.000,00, dengan pendidikan ibu tamat
SLTA (49,3%) dan pengetahuan gizi ibu tingkat baik (39,7%) dan sedang (60,3%).
Penelitian yang dijalankan penulis menghasilkan
kesimpulan bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi anak usia 2-5 tahun sebesar
105,7%, tingkat kecukupan protein (179,6%), kejadian diare (12,3%), dan ISPA
(35,6%). Sebanyak 79,5 % anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam status gizi
normal, 12,3 % status gizi kurus dan 8,2 % status gizi gemuk. Asupan gizi yang
tidak seimbang dengan kebutuhan anak usia 2-5 tahun dapat memengaruhi status
gizi. Diare pada anak usia 2-5 tahun mengakibatkan makanan yang dikonsumsi
tidak dapat diserap oleh tubuh. Bila berlangsung lama, maka hal ini dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan.
Berdasarkan hasil penelitian Arnelia dan Sri Muljati
(1991) menemukan bahwa, anak pada usia 2-5 tahun mulai terjadi pergeseran
status gizi, dari gizi kurang ke gizi buruk. Hal ini diduga karena anak sudah
tidak mendapatkan ASI, sedangkan makanan yang dikonsumsi belum memenuhi
kebutuhan gizi yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Berbagai usaha terus dilakukan oleh Puskesmas Tlogosari
Wetan untuk menurunkan prevalensi gizi kurang. Salah satu usaha yaitu melakukan
penyuluhan tentang gizi pada anak usia 2-5 tahun untuk menambah pengetahuan
gizi bagi ibu. Hal ini juga dilakukan dengan pemasangan pamflet di puskesmas
dan sekitarnya. Namun, buku kedokteran ini menyebutkan bahwa masih banyak kasus
gizi kurang dan buruk di wilayah puskesmas tersebut. Dari 766 balita yang
tersebar di dua kelurahan, Kelurahan Pedurungan Tengah mempunyai kasus
terbanyak sejumlah 33 anak usia 2-5 tahun atau 19,87 %. Sebagian besar akar masalah gizi di
masyarakat adalah pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta tingkat
ekonomi masyarakat yang rendah.
Komentar
Posting Komentar